Kamis, 09 Juni 2016

Tisna Sanjaya : Untuk Merubah Sistem Berkarat Itu Harus dengan Proses Kreatif

Pada bulan April 2016 lalu, Saya dan rekan kerja Pak Iwan dan Pak Bagja menyempatkan menjenguk salah seorang seniman dan budayawan ternama, Tisna Sanjaya, yang saat dirawat di Rumah Sakit Santosa, Bandung. Kami kenal karena beliau adalah suami dari Ibu Molly Agustina yang merupakan rekan kerja kami di SMA Taruna Bakti

Walau sudah separuh baya, tapi kami sering memanggilnya Kang Tisna. Karena memang beliau memiliki jiwa muda yang luar biasa. 



Pria kelahiran Bandung, 28 Januari 1958 ini, memiliki sifat yang humble dan open mind. Namanya mulai terkenal banyak orang melalui karya-karyanya dalam bidang seni rupa terutama lukisan yang terpajang di puluhan kali pameran yang diselenggarakan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Sejak 1995-an, Beliau banyak mendapat perhatian dari para pengamat seni rupa Indonesia dan bahkan internasional, karena karya-karyanya banyak mengungkapkan tema-tema kepincangan sosial dan politik di Indonesia, terutama semasa Soeharto masih berkuasa. Karya-karyanya pada masa itu cenderung ke seni abstrak yang menjauhkan diri dari realitas sosial dan lebih berorientasi pada persoalan dalam diri (mikrokosmos) senimannya, atau tema-tema yang universal. 

Beliau juga selalu peduli terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kemanusiaan, seperti menyertakan karyanya didalam pameran solidaritas untuk sang empu tari Mimi Rasinah yang terbaring sakit serta korban musik Underground di Bandung, 2008. 

Selain aktif dalam senirupa, ia juga di daulat memerankan sosok Kabayan dalam acara di televisi setempat di Bandung, STV yang mengangkat kenyataan sehari-hari yang dialami warga. Ia tertarik memerankan tokoh kabayan karena sejak kecil ia suka kabayan selain Batman, Zoro, dan Tarzan. Ia ingin memerankan tokoh Zoro sang pembela rakyat yang tertindas dalam konteks di tatar Sunda. 

Beliau juga melakukan terobosan dengan mendobrak tradisi formalisme seni grafis di ITB, dengan mulai membuat karya-karya bertema permasalahan sosial politik di Indonesia. Dari semua itu tampaknya yang masih tetap ia perjuangkan adalah perlawanan terhadap kekerasan. Setelah menyelesaikan S-2nya di Jerman, ia meneruskan program doktoral (S-3) di tempat yang sama (1997-1998). [Sedikit referensi dari wikipedia].

Selain pintar menghasilkan karya seni, ternyata Kang Tisna juga pintar mewujudkan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar. Ia rela menukar salah satu hasil karyanya dengan lahan tanah di Desa Cigondewah, Cimahi yang dulunya dipenuhi sampah.

Di lahan itulah dibangun sebuah rumah seni yang kini dijadikan tempat beraktifitas oleh warga setempat.

Walau telah banyak melahirkan pencapaian besar dalam berkarya yang luar biasa, Kang Tisna adalah sosok yang sangat ramah, tetap rendah hati dan nyaman untuk di ajak sharing atau sekedar ngobrol-ngobrol santai. Yang saya kagumi dari Beliau adalah semangat berkaryanya yang tinggi dan luar biasa. Setiap saya main ke rumahnya, saya selalu "melototin" hasil karya-karyanya yang memang sangat luar biasa. Dan diketahui, sebelum kang Tisna dirawat, Beliau telah menggarap pameran di Museum Nasional, Jakarta.

Saat itu bukan hanya kami yang menjenguk Beliau, saat yang berbarengan, Beliau juga dijenguk oleh adik dan mahasiswanya sehingga kesempatan ngobrol hampir terlewatkan begitu saja. 


Setelah adik dan mahasiswanya pamit, kesempatan ngobrol itu ada. Maka dengan ramah Kang Tisna membuka percakapan dengan menunjukan video kegiatan pameranya di Museum Nasional, Jakarta, yang menampilkan adegan melukis tembok dari bahan berkarat yang  bersama Mendikbud Anis Baswedan.

Dalam video itu, Pak Anis Baswedan sangat antusias melukis dengan cat yang disediakan pada tembok yang telah disediakan oleh Kang Tisna. Pak Anis melukis gambar hati dan di coret dan menulis kata manifesto. Sangat dalam memang maknanya.



Tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, saya berani bertanya dan mengemukana opini seputar vidoe itu. Diskusi kecil dan ringan pun berjalan. Kang Tisna dengan gamblang menceritakan apa makna dibalik karyanya itu. Dan kalimat yang saya catat dan disimpan baik-baik adalah :

"Untuk merubah sistem yang sudah berkarat caranya bukan dengan berkoar-koar, tapi dengan proses kreatif yang terus dilakukan  terus menerus tanpa lelah"

Memang benar, saat bangsa ini sudah tidak menentu hingga melahirkan sebuah sistem yang berkarat. Maka yang harus dilakukan adalah ikut merubahnya sedikit demi sedikit dengan dengan cara-cara kreatif dan solutif. Tidak dengan cara membesarkan omongan dan opini-opini miring, hingga kita jadi bagian dari  masalah. Mungkin tepatnya lebih baik memposisikan diri menjadi solusi dari pada ikut berkarat menjadi polusi.

Tidak hanya dilingkungan bangsa dan negara, dilingkungan yang kecil, misal lingkungan kerja atau organisasi, jika sistemnya sudah berkarat diikuti dengan hati dan pikiran orang-orang didalamnya yang sudah membatu, maka untuk merubahnya harus dengan cara-cara kreatif walau dilakukan sedikit demi sedikit. Karena cara-cara ini akan melahirkan proses kreatif yang mampu mendorong semuanya kearah yang lebih baik.

Pesan moralnya memang sangat dalam. Tak perlu banyak bicara untuk merubah sesuatu yang terjadi dilingkungan kita. Yang harus dilakuan adalah bersikap diam dan bertindak banyak. Kerjakan apa saja yang sekirannya bisa dikerjakan sehingga menghasilkan karya demi karya yang bermanfaat bagi banyak orang. Karena sebuah karya yang bermanfaat adalah wujud nyata dari tindakan yang benar. Sedangkan Ocehan berbusa adalah wujud nyata dari dangkalnya pemikiran.

Proses kreatif berasal dari buah pikiran yang digali lewat gagasan-gagasan orisinil. Ia akan berkembang jika sering dilatih dan digunakan.  Ada Pepatah mengatakan, “Pikiran itu seperti parasut…..yang hanya akan berfungsi bila terbuka”. Untuk menuju proses kreatif maka kita harus selalu menggunakan pikiran kita dengan sebaik-baiknya.

Dalam tulisan Kreatif itu Muncul Saat Bahagia, saya menyebutkan bahwa untuk menjadi kreatif keadaan kita harus senang dan bahagia. Secara tidak langsung Kang Tisna juga mengisyaratkan untuk merubah sesuatu diperlukan kebahagian. Karena dengan begitu kita bisa jadi kreatif.

Obrolan singkat itu harus kami akhiri karena kami harus pamit dan kembali ke SMA Taruna Bakti. Namun walau singkat, Kang Tisna telah membuka pikiran saya untuk terus menjadi orang yang belajar kreatif dan menjadi solusi untuk masalah apapun.

Nuhun Kang...

25 komentar:

  1. Banyak kata-kata inspiratif yang dapat kita ambil manfaatnya dari Kang Tisna Sanjaya, semoga karya-karyanya mampu membangkitkan semangat masyarakat indonesia untuk terus berkarya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali kang maman...jadi semangat unuk terus berkarya di dunia yang kita cintai...

      Hapus
  2. Hmm benar sekali, tidak hanya koar koar. tapi harus mulai sedikit aksi.. Sedikit demi sedikit, yang penting gak hanya opini.

    BalasHapus
  3. Dilarang NATO ya. No Action Talk Only :))
    Harus segera beraksi, sesuai kompetensi

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih baik begitu mbak rosanna...NATO hanya akan jadi masalah saja. hihihi

      Hapus
  4. Saya setuju kang dengan salah satu kata yang menggambar kalau menurut saya itu bisa diaplikasikan oleh saya langsung dan malahan saya sering mengalaminya karena kreatif itu muncul saat bahagia itu sangat membantu sekali kang.

    BalasHapus
  5. Proses kreatif nggak ternilai harganya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar sekali mas usup,,,semoga kita selalu bisa kreatif

      Hapus
  6. Kreatif itu memang baik, bisa banyak membuka kesempatan baru juga.
    Dan iya tulisan yang bagus lahir dari mood yang bagus ( bahagia )
    Salut ya buat kang Tisna ini banyak menginspirasi juga ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget mbak...salut juga untuk insan2 kreatif...

      Hapus
  7. Bener banget. Bangsa ini sudah karatan, jadi untuk mbenerin mmng nggak bisa instan. Menurut saya, yang paling penting adalah menumbuhkan kesadaran orang-per orang mas...kemudian bertindak dari lingkup yang paling kecil

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepakat bunda sulis...mari menjadi kreatif dan bisa membangun bangsa...

      Hapus
    2. menurut saya bukan dari orang perorang tetapi mulai dari Diri Sendiri
      Obat Batuk Anak Herbal

      Hapus
  8. iya sih kalau berkoar-koar saja tanpa tindakan nyata nanti malah kita dibilang omdo, tetap harus dengan action, keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener sekali mbal evrina...semangat terus berkarya

      Hapus
  9. orang yang konsisten di bidang seni itu keren banget menurut saya sih :)

    BalasHapus
  10. Sepertinya banyak banget yang hanya koar-koar tanpa proses kreatif. :)

    BalasHapus
  11. Lg sakit jg tetap menginspirasi ya

    BalasHapus
  12. bener juga kalau lg bete atau gak mood, kreatifitas kita kayaknya membeku yaa

    BalasHapus
  13. Konsisten is the key! :D
    Action penting biar ga dikira OMDO. Hehehe.

    BalasHapus