Ketika saya memutuskan menjadi seorang guru, maka tantangan yang saya hadapi adalah bagaimana menjadikan siswa/i yang saya ajar mampu mengerjakan dengan tuntas dan sebaik mungkin. Dulu saya berprinsip bahwa mengajar adalah kegiatan yang harus dijabarkan dalam bentuk baku dan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Ketika saya menerapkan itu, maka yang ada adalah mengajar seperti dikejar-kejar kereta api. Pusing di saya, pusing juga di siswa.
Jika dirunut dengan cermat, banyak sekali definisi mengajar menurut ahli. Menurut Sardiman (2003:45): Mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan , mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa.
Mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Karenanya belajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar lebih baik pada seluruh peserta didiknya.
Menurut Raka Joni (dalam Sardiman , 2003:54) : Mengajar adalah menyediakan kondisi optimal yang merangsang serta mengerahkan kegiatan belajar anak didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi.
Definisi-definisi diatas sepenuhnya membuat saya semakin bingung dalam mengembangkan teknik mengajar dikelas. Sampai akhirnya saya menemukan sebuah filosopi-filosopi dalam mengajar. Yang saya pahami benar adalah bahwa mengajar adalah sebuah seni, bukan kegiatan mengolah akal. Mengajar haruslah mengalir seperti air yang jernih dan mengalirnya ketempat yang tepat. Mengapa mengajar adalah sebuah seni, karena mengajar itu harus dinikmati dan menikmati secara total. Mengajar harus bisa seperti entertainment. Menarik dan tidak membosankan.
Siswa akan senang bila sang guru memberikan kebebasan berfikir secara mendalam. Guru tidak mendikte. Siswa diberi keleluasaan untuk meng-explore kemamampuannya sehingga mereka bisa menunjukan eksistensinya. Mengajar harus menggali potensi siswa secara baik. Tidak seremonial bahkan basa-basi saja.
Jika mengajar adalah kegiatan mengolah akal, maka yang didapat adalah guru makin pusing dengan kegiatannya, begitupun siswa merasa puyeng dengan apa yang mereka tangkap dari sang guru. Ini fakta yang sering terjadi. Banyak siswa yang menganggap sekolah adalah penjara karena yang dikejar oleh guru dan sekolah adalah nilai dan nilai. Belajar bukan sebuah hal yang menarik lagi, karena yang mereka terima adalah berkenaan dengan akal yang dimanipulasi. Angka-angka yang direkayasa dll.
Wah kalo saya pribadi dulu menjadi seorang guru belum siap mental untuk menhadapi murid murid yang banyak mas, apalagi kalo muridnya rewel rewel/nakal .yah akhirnya sekarang nyesel kerjanya nyasar di laut mas. heehee
BalasHapussalam kenal mas, sukses dan sehat selalu.
Sepakat sekali. Seni mengajar perlu dikuasai para guru agar murid tidak membosankan. Wah... ternyata saya mengunjungi blogger guru.....
BalasHapussemoga para guru dan calon² guru di Indonesia berpikiran seperti Pak Guru Doni..
BalasHapus